Beijing: Pemerintah Tiongkok diperkirakan terus menerapkan langkah-langkah untuk melindungi ekonominya dari dampak konflik perdagangan yang sedang berlangsung dengan Amerika Serikat (AS). Sejauh ini, Amerika Serikat tetap dengan keputusan untuk mengenakan tarif yang tinggi terhadap Tiongkok dengan dalih kepentingan nasional.
"Kami tidak mengharapkan koreksi pertumbuhan utama karena kami pikir dampak potensial dari tarif perdagangan akan sebagian tertekan oleh langkah-langkah pelonggaran kebijakan yang diambil oleh pembuat kebijakan," kata Kepala Ekonom Tiongkok di Morgan Stanley Robin Xing, seperti dilansir dari CNBC, Sabtu, 1 September 2018.
Baru minggu lalu, AS dan Tiongkok mengenakan tarif barang senilai USD16 miliar satu sama lain. Kedua negara juga memberlakukan retribusi tit-for-tat senilai USD34 miliar dari impor masing-masing pada Juli. Pengamat pasar kini terus memperhatikan putaran baru dari tarif AS senilai USD200 miliar atas barang Tiongkok yang diperkirakan diberlakukan akhir tahun ini.
"Jika AS memberlakukan tarif tambahan tersebut, dampaknya bisa diperkuat oleh bagaimana rantai pasokan yang terhubung di Asia Timur adalah ke Tiongkok. Bahkan, gangguan perang perdagangan untuk memasok rantai dapat memotong 0,7 poin persentase dari pertumbuhan Tiongkok," kata Xing.
Meski ada banyak kekhawatiran di Tiongkok, namun Xing mengatakan pelonggaran kali ini bersifat defensif dan bukan sebagai hal yang besar sebagai stimulus baru seperti apa yang disuntikkan pada 2008 selama krisis keuangan global. Beijing tidak akan memotong suku bunga atau melonggarkan kebijakan properti, Xing memproyeksikan.
Beijing telah mengelola perlambatan pertumbuhan di Tiongkok setelah tiga dekade pertumbuhan berbahaya yang sebagian besar didorong oleh utang. "Morgan Stanley mengharapkan pertumbuhan PDB Tiongkok akan melambat menjadi 6,4 persen pada semester pertama tahun depan dari angka resmi 6,8 persen untuk semester pertama tahun ini," pungkas Xing.
(ABD)
No comments:
Post a Comment