Fajar Nugros dalam diskusi Kita dan Pancasila di Kaffeine, kawasan SCBD, Jakarta, Jumat 1 Juni 2018. (Foto: Medcom.id/Cecylia Rura)
Jakarta: Sutradara Fajar Nugros punya perhatian khusus terhadap kendali sebuah karya film dalam keputusan yang diambil pemerintah. Sejak Orde Baru, budaya menonton film di Indonesia menurun lantaran terbukti memiliki pengaruh besar terhadap atensi masyarakat.
"Di Indonesia ada kecenderungan bahwa bangsa ini sedang berada di era jatuhnya Orde Baru, dari Orde Baru akhir sampai sekarang. Pemerintah seperti lupa alat propaganda penting dalam sebuah negara adalah film. Yang paling sadar alat propaganda adalah film jelas Adolf Hitler, makanya budaya menonton kita lama-lama hilang di Orde Baru," kata Fajar Nugros di kawasan SCBD, Jakarta, Jumat 1 Juni 2018.
Penonton Indonesia sekarang, menurut sudut pandang Fajar masih menganggap film sebagai pengisi waktu luang, bukan sebagai kegiatan utama."Karena penonton film itu bukan wajib atau gaya hidup, seperti orang-orang di India dan Bangkok, karena film di Indonesia sudah menjadi kayak, 'Duh, macet, nonton dulu', jadi cuma side dish bukan main course," imbuhnya.
"Saya berharap pemerintah mulai membangun lagi. Jadi, BEKraf ataupun organ lain milik pemerintah bisa membuat macam konsorsium. Bikin Materi yang enggak bisa kita serahin ke siapapun," katanya.
Sebagai contoh, serial drama Korea romantis Descendant of the Sun yang ditujukan untuk mengampanyekan wajib militer kepada anak-anak muda di Korea.
"Misalnya Korea, mereka memuat kampanye betapa pentingnya wajib militer bagi anak-anak Korea. Jadi, Korea melakukan kampanye wajib militer bagi anak muda, bikin Descendant of the Sun, series, istri saya sampai nangis. Padahal itu kampanye. Kita enggak ada materi," tukasnya.
(ELG)
No comments:
Post a Comment